Umsida.ac.id – Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida) mengadakan diskusi awal kerja sama dengan bekerja sama dengan Pusat Pengendalian Lumpur Sidoarjo (PPLS) untuk memanfaatkan potensi yang ada di daerah luapan Lumpur Sidoarjo.
Lihat juga: Refleksi 18 Tahun Lumpur Lapindo: IMM Sidoarjo Gelar Diskusi Senja di Tanah Lapindo
Kerja sama ini didasari oleh penelitian dosen Agroteknologi Umsida yakni Intan Rohma Nurmalasari SP MP yang menemukan adanya tumbuhan pionir atau tumbuhan perintis yang mengandung bahan logam dan tumbuh di daerah luapan lumpur.
Apalagi tumbuhan tersebut juga ditemukan di zona luapan yang masuk kategori sangat berbahaya.
Pertemuan ini bertujuan untuk mengembangkan kolaborasi riset dan hilirisasi produk inovasi antara institusi pendidikan tinggi dan lembaga penanganan lingkungan.
Beberapa pihak yang menghadiri diskusi ini seperti Wakil Rektor III Umsida, Direktur Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat (DRPM), Dekan Fakultas Sains dan teknologi (FST), beberapa Kepala Pusat Studi Umsida, dan sepuluh delegasi dari PPLS.
Inovasi Pemanfaatan Lumpur Sidoarjo untuk Pengembangan Ekosistem
Direktur DRPM Umsida, Dr Sigit Hermawan SE MSi menyambut baik adanya kerja sama dengan PPLS ini mengingat Umsidan juga memiliki banyak peneliti yang bisa mengulik potensi setempat dan menghasilkan banyak inovasi.
“Ini juga termasuk dalam hibah inovasi hilirisasi Umsida. Ini merupakan langkah kami agar kerja sama Umsida dengan lembaga penanganan lingkungan bisa memberikan dampak positif baik bagi lingkungan maupun sosial,” terang dosen Prodi Akuntansi itu.
Selanjutnya, Wakil Rektor III Umsida, Dr Nurdyansyah MPd menyampaikan bahwa saat Umsida sudah menjalin kerja sama dengan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sidoarjo sejak 2018 lalu dan diperpanjang hingga 2029.
“Kami mencoba melakukan hilirisasi riset dan inovasi dosen Umsida agar trak hanya berhenti di dokumen saja,” kata dosen yang biasa disapa Dr Nur.
Setelah riset tersebut sudah terpublikasi, imbuhnya, ada sebuah keberlanjutan riset tersebut yang dikoordinasikan dengan instansi luar seperti Pemkab, PPLS, hingga Pemprov.
“Maka kerja sama dengan PPLS ini saya harap akan ada inovasi baru yang bisa diterapkan dan dikolaborasikan dengan para peneliti di Umsida,” ucapnya.
Hal tersebut, katanya, sangat perlu ditingkatkan di semua ranah termasuk 12 pusat studi yang ada di Umsida.
“Semoga program ini tak hanya disampaikan saja, tapi bisa ditindaklanjuti bersama dan menjadi momentum yang baik bagi kedua pihak dalam mewujudkan Indonesia Emas 2045,” tutup Dr Nur dalam sambutannya.
PPLS Fasilitasi dan Siapkan Data Terkait Luapan Lumpur
Pihak PPLS juga menyambut baik inovasi dosen Umsida ini. Kepala Bidang Perencanaan PPLS, Zulyana Tandju ST MT mengatakan bahwa ini merupakan kelanjutan atas riset dosen Umsida yang meneliti lumpur Sidoarjo.
“Kami bertugas untuk mengawasi pengaliran lumpur, pembangunan dan pemeliharaan tanggul, penanganan masalah sosial, serta penataan kawasan,” katanya.
Dalam menjalankan tugas tersebut, tambahnya, diimplementasikan dalam 11 fungsi yang salah satunya adalah kolaborasi dengan akademisi.
“PPLS adalah fasilitator kawasan sebagai laboratorium alam bencana geologi sebagai fungsi riset dan edukasi,” terang Ana.
Mereka juga memfasilitasi untuk penataan, pemanfaatan, dan pengelolaan kawasan lumpur Sidoarjo untuk geowisata, industri, dan pemukiman, serta pengembangan potensi pemanfaatan lumpur Sidoarjo.
Dalam diskusi ini, Ana mengenang kembali tragedi mengenaskan yang menimpa Kabupaten Sidoarjo 19 tahun silam.
Menurut Ana, tragedi yang sampai saat ini masih meluap hingga memunculkan pulau akibat endapan lumpur, merupakan kebencanaan yang menjadi kebermanfaatan yang aman dan terus berdandan.
“We are living in harmony with mud volcano. Kebencanaan bisa tetap ada, tapi kita bisa hidup berdampingan. Tidak semua kebencanaan membawa bencana, tapi di balik bencana terdapat kemanfaatan” jelasnya.
Dari temuan di lumpur Sidoarjo oleh Intan, Ana menyebut bahwa masyarakat tidak bisa pergi dari daerah bencana namun bisa melakukan mitigasi dan memanfaatkan apa yang ada.
PPLS telah menerima banyak kunjungan dari dalam dan luar negeri khususnya para peneliti, namun penelitian tersebut belum efisien.
“Kesulitan kami adalah hasil penelitian tidak kembali ke kami,” terang Ana.
Ia berharap diskusi ini ada embrio yang bisa dikembangkan dan hasil penelitian bisa direkap untuk kelengkapan data.
“Jadi siapapun yang ingin mengetahui potensi dan hasil penelitian sebelumnya, bisa didapatkan dan mudah diakses,” tutur Ana.
Lihat juga: Inovasi Biochar Tongkol Jagung untuk Mengatasi Dampak Lumpur Lapindo
Terlebih saat ini PPLS sudah membagi zona luapan lumpur Sidoarjo dari zona sangat berbahaya hingga sangat aman yang ada di kawasan seluas 1.160,75 hektare.
Penulis: Romadhona S.