[:id]Umsida.ac.id- Bahaya proxy war semakin nyata perlu diingatkan terutama kalangan mahasiswa. Kali ini dilakukan pada Mahasiswa baru Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida) saat mengikuti Forum Ta`aruf Mahasiswa Fortama (Fortama), di Audiotorium KH Ahmad Dahlan Kampus I Umsida, Sabtu (7/9).
Bangsa Indonesia adalah negara majemuk dimana terdapat beraneka macam warna, suku, agama, budaya, ras, etnis yang terikat dalam suatu rangkaian yang disebut Bhinneka Tunggal Ika. Bhinneka Tunggal Ika diartikan sebagai “Berbeda-beda tetapi tetap satu jua”. Bhinneka Tunggal ika memiliki arti yang sangat besar dalam mempersatukan bangsa Indonesia, bahkan dalam lambang pancasila di burung garuda terdapat semboyan itu.
Dandim Kodim 0816 Sidoarjo Letkol Inf Muhammad Iswan Nusi SH menjelaskan proxy war dapat menghancurkan bangsa. Proxy war adalah perang dimana salah satu pihak menggunakan pihak ketiga atau kelompok lain untuk berperang melalui berbagai aspek Ipoleksosbud dan aspek lainnya.
Iswan menuturkan bahwa semua negara melakukan kompetisi global yang bisa masuk dari berbagai aspek inilah yang disebut proxy war, dimana beliau menggunakan perumpamaan “Siapa yang menguasai udara, maka ia menguasai dunia.”
“Konflik didunia disebabkan oleh perebutan energi yang tidak bisa diperbarui, tergantikan menjadi energi yang bisa diperbarui, ” ucap Iswan. Indonesia adalah Negara yang memiliki kekayaan alam melimpah, namun Iswan mengingatkan kondisi Indonesia yang saat ini menghadapi teror, konflik, diskriminasi, dan masalah lainnya menyebabkan krisis multidimensi. Melihat perkembangan penggunaan media sosial yang semakin meningkat, bila tidak dikendalikan, Indonesia menjadi rawan proxy war.
“Media sosial tidak digunakan secara bijak memunculkan berita hoax yang mempengaruhi kondisi situasi yang ada,” ujar Iswan.
Iswan menjelaskan langkah-langkah yang akan digunakan pihak luar untuk kuasai Indonesia yakni pada finance (perekonomian Indonesia), food (ketahanan pangan), fashion (gaya hidup), film. Untuk menghadapi ancaman tersebut, menurut Iswan bisa dilakukan melalui “Apa yang bisa kamu berikan untuk Indonesia?”, komitmen dan perjuangan bangsa Indonesia. (Asita/Real)[:en]Umsida.ac.id- The danger of proxy war is increasingly real need to be reminded especially among students. This time it was conducted on new students of Muhammadiyah University of Sidoarjo (Umsida) while attending the Fortama Student Ta’aruf Forum (Fortama), at the KH Ahmad Dahlan Audiotorium, Campus I Umsida, Saturday (7/9).
The Indonesian nation is a compound country where there are various colors, ethnicities, religions, cultures, races, ethnicities that are bound together in a series called Unity in Diversity. Unity in Diversity is interpreted as “Different but still one”. Unity in Diversity has a very big meaning in uniting the Indonesian nation, even in the symbol of the Pancasila in Garuda there is the motto.
Dandim Kodim 0816 Sidoarjo Lt. Col. Inf. Muhammad Iswan Nusi SH explained that proxy war can destroy the nation. Proxy war is a war in which one party uses a third party or another group to fight through various aspects of Ipoleksosbud and other aspects.
Iswan said that all countries carry out global competition that can be entered from various aspects, this is called proxy war, where he uses the parable “Who controls the air, then he controls the world.”
“Conflict in the world is caused by the struggle for energy that cannot be renewed, replaced by renewable energy,” said Iswan. Indonesia is a country that has abundant natural resources, but Iswan reminded the condition of Indonesia which currently faces terror, conflict, discrimination, and other problems causing a multidimensional crisis. Seeing the increasing use of social media, if it is not controlled, Indonesia will become vulnerable to proxy war.
“Social media is not used wisely to bring up hoax news that affects the conditions of the situation,” Iswan said.
Iswan explained the steps to be used by outsiders to dominate Indonesia, namely in finance (Indonesian economy), food (food security), fashion (lifestyle), film. To face this threat, according to Iswan, it can be done through “What can you give to Indonesia?”, The commitment and struggle of the Indonesian people. (Asita/Real)[:]