Umsida.ac.id– Pimpinan Cabang Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Kabupaten Sidoarjo dan seluruh kader IMM Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida) mengadakan diskusi senja di area terdampak semburan lumpur Lapindo. Diskusi yang berlangsung pada Rabu, (29/05/2024) ini, bertujuan untuk merefleksikan 18 tahun bencana semburan lumpur yang telah mengubah wajah Sidoarjo.
Refleksi Lumpur Lapindo Sidoarjo
Acara yang dihadiri oleh berbagai tokoh dan kader IMM ini menyoroti dampak destruktif dari semburan lumpur Lapindo yang terjadi sejak tahun 2006. Dalam diskusi tersebut, Ketua Umum Koordinator Komisariat IMM UMSIDA, Immawan Yoga, dalam pidatonya menegaskan bahwa selama 18 tahun banyak lini kehidupan di sekitar Lapindo yang terkena dampak negatif.
“Kita hari ini berdiri di atas tanah kesengsaraan. Lumpur Lapindo terjadi karena ulah keserakahan manusia. Berapa banyak korban yang meninggal, berapa rumah yang tenggelam,” ujarnya.
Baca Juga: Pendekar Tapak Suci, Berikan Wejangan Menarik Untuk Para Anggotanya
“Lalu apakah mahasiswa akan tetap bungkam dengan ketidakadilan yang menimpa kota tercinta kita, Sidoarjo? Lumpur Lapindo terjadi hanya karena satu pengeboran yang tidak bertanggung jawab. Hari ini, di Sidoarjo ada beberapa titik pengeboran yang berdampak buruk terhadap kehidupan masyarakat. IMM harus terus mengawal kepentingan masyarakat dan melawan ketidakadilan di kota udang ini,” tegasnya.
Pada sesi diskusi dua arah, beberapa Immawan menyampaikan pandangan mereka. Immawan Haikal menyoroti simbolisme fisik bencana tersebut, “Tanggul seakan sebagai pembatas antara daerah yang sudah lenyap dengan daerah yang belum lenyap,” katanya, menggambarkan bagaimana batas-batas geografis juga mencerminkan batas-batas penderitaan manusia.
Selain itu, Immawan Hanif berbicara tentang akar permasalahan, “Lumpur Lapindo adalah bentuk keserakahan dan ketamakan yang mengakibatkan banyaknya nyawa yang terenggut,” ujarnya, menekankan bahwa bencana ini bukan sekadar kecelakaan alam, tetapi hasil dari perilaku manusia yang tidak bertanggung jawab.
Adapun urgensi bencana ini adalah, terkait dengan ruang waktu dan akibat. Immawan Masy’al mengibaratkan tragedi ini dengan narasi moral, “Lumpur Lapindo sebagai bentuk setan yang menggoda manusia,” ungkapnya, mengingatkan bahwa keserakahan bisa membawa malapetaka.
Immawan Fajar menyampaikan pentingnya pembelajaran dari bencana ini, “Dari lumpur Lapindo kita bisa belajar tentang ketamakan seseorang yang mengakibatkan sekitar 35 ribu nyawa terenggut dan sangat merugikan Sidoarjo,” ujarnya, mengajak semua pihak untuk mengambil hikmah dan tindakan preventif di masa depan.
Immawan Mirza menggarisbawahi dampak sosial, “Banyaknya nyawa yang terenggut oleh keserakahan seseorang memberikan dampak yang luas bagi masyarakat dan tanpa memikirkan perasaan masyarakat sekitar,” katanya, menyoroti penderitaan kolektif yang dialami oleh warga terdampak.
Baca juga : Pesan Rektor Umsida pada 2 Mahasiswa yang Akan Magang ke Thailand
Harapan adanya Diskusi ini menjadi momentum penting bagi IMM Sidoarjo untuk terus menyuarakan keadilan dan memperjuangkan hak-hak masyarakat yang terdampak bencana Lapindo. Mahasiswa IMM berkomitmen untuk tidak tinggal diam dan akan terus berjuang melawan ketidakadilan yang terjadi di Sidoarjo.
Serta, menjadi pengingat akan pentingnya tanggung jawab sosial dan keberlanjutan lingkungan, serta komitmen IMM Sidoarjo untuk terus berjuang demi keadilan dan kesejahteraan masyarakat yang terdampak semburan lumpur Lapindo.
Penulis: Asrul Maulana