Umsida.ac.id – Kementerian Pertanian (Kementan) membuat program bernama petani milenial yang diharapkan bisa memajukan sektor pertanian di Indonesia.
Lihat juga: Teken PP No 47 Tahun 2024, Prabowo Hapus Utang Petani-Nelayan, Ini Kata Dosen Umsida
Bahkan pemerintah akan memberi upah sebesar 10 juta rupiah per bulan bagi anak muda yang mau menjadi petani milenial, mengolah sektor pertanian dengan teknologi dan inovasi yang lebih modern.
Memangnya, se-darurat itu kah kondisi sektor pertanian di Indonesia? Hingga pemerintah membuat program dengan benefit yang terbilang cukup menggiurkan itu?
Pakar pertanian Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida), Intan Rohma Nurmalasari SP MP mengatakan bahwa Indonesia disebut negara agraris, namun nasibnya miris.
“Bagaimana tidak, penurunan minat dan keengganan kaum muda terlebih milenial untuk memilih pertanian sebagai profesi yang menjanjikan di masa depan disebabkan karena mayoritas petani kita masih mengelola lahan pertaniannya secara konvensional,” ujar Intan, sapanya.
Ditambah lagi, kata Intan, harga proses produksi dan harga jual hasil panen yang tidak seimbang yang mengakibatkan harga komoditas pertanian jatuh di pasaran, lalu aktivitas impor yang menambah derita para petani lokal.
Petani Milenial Penggerak Perekonomian
Menurutnya, dengan adanya program petani milenial, sebagian besar penduduk produktif bekerja di sektor pertanian yang merupakan salah satu aspek penting sebagai pendukung bergeraknya roda perekonomian.
Keberadaan petani menjadi penting untuk turut serta berkontribusi dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat, meningkatkan perekonomian dan memenuhi kebutuhan pangan.
Intan mengatakan, “Petani juga dapat memajukan roda perekonomian dengan ekspor hasil panen. Pelaku pertanian mampu hidup sejahtera dari sektor ini, termasuk milenial dengan teknologi modern-nya,”.
“Menjadi petani adalah sebuah profesi yang menjanjikan,” imbuh dosen prodi Agroteknologi itu.
Menurut Peraturan Menteri Pertanian republik Indonesia nomor 04 tahun 2019 pasal 1 ayat 4 menerangkan bahwa “Petani milenial adalah petani berusia 19 (sembilan belas) tahun sampai 39 (tiga puluh sembilan) tahun, dan/atau petani yang adaptif terhadap teknologi digital”.
Bagaimana Nasib Lahan yang Terus Berkurang?
Namun, walaupun program petani milenial ini sudah berjalan, bukankah lahan pertanian di Indonesia terus tergerus akibat dialih fungsikan menjadi tempat Industri atau perkantoran?
Menurut Intan, alih fungsi lahan ini memiliki dua solusi.
Yang pertama, diperlukan rancangan peraturan daerah (Raperda) Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan atau LP2B.
“Dalam Raperda ini kita batasi lahan abadi yang tidak boleh dialih fungsi dari lahan pertanian. Jadi itu yang perlu dipertahankan melalui regulasi,” ujar ketua pusat studi SDGs Umsida tersebut.
Para petani yang lahannya masuk dalam kawasan lahan pertanian pangan berkelanjutan akan diberikan kompensasi.
Rencananya, akan ada kompensasi untuk petani pemilik sawah, berupa bantuan lebih banyak. Lalu dari segi pajak PBB bisa dibuat pengurangan insentif untuk para petani.
“Ada lahan hijau dan kuning. Kalau bisa lahan hijau dipertahankan karena layak untuk daerah pertanian dan swasembada pangan. Sedangkan lahan kuning bisa digunakan untuk permukiman,” ujarnya.
Intan berharap kompensasi berupa benih dan pupuk bersubsidi bisa ditingkatkan untuk para petani yang sawahnya masuk dalam daftar lahan pertanian yang tak boleh dialihfungsikan.
Lalu yang kedua, mengembangkan inovasi berupa urban farming, yakni penanaman tanaman budidaya tanpa tanah.
Misalnya hidroponik, kultur jaringan yang merupakan inovasi mengatasi dampak alih fungsi lahan.
Petani Milenial Merubah Citra Petani
“Keengganan kaum muda untuk terjun di dunia pertanian disebabkan karena dunia pertanian yang katanya identik dengan dunia yang kotor, miskin, dan komunitas terpinggirkan serta kurang menjanjikan,” sekretaris Asosiasi SDGs Indonesia Network tersebut.
Maka dari itu, tambahnya, upaya menggaet kaum muda untuk turut dalam membangun sektor pertanian melalui petani milenial adalah hal yang sangat penting.
“Petani milenial ini bisa menjadi cara untuk merubah pandangan bahwa petani itu tidak harus kotor, tidak melulu mencangkul, atau membajak sawah. Seiring berjalannya waktu, teknologi pertanian juga sudah diterapkan di Indonesia,” kata Intan.
Ia menjelaskan tentang cara mengenalkan sektor pertanian bagi kaum milenial, yaitu dengan mengubah paradigma bahwa sektor pertanian itu adalah sektor yang menjanjikan, bekerja di sektor pertanian juga cukup keren dan tidak kotor.
Apalagi Generasi Z hidup di zaman teknologi, mereka lebih handal dalam pengoperasian berbagai macam agroteknologi dan inovasi yang disesuaikan dengan kebutuhan industry 5.0 bisa diterapkan di sektor ini.
Lihat juga: Kemarau Panjang, Pakar Umsida Jelaskan Dampaknya pada Pertanian
“Dengan begitu, ilmu pertanian bisa menghilangkan mindset bahwa pertanian itu kotor. Dengan kemajuan inovasi teknologi urban farming mampu dipelajari, ditambah dengan capability dan implementasi di lapangan, membuat program petani milenial bisa berjalan lancar,” pesan Intan.
Penulis: Romadhona S.