Umsida.ac.id– Peran public relation di era digital menjadi salah satu poin penting yang dibahas dalam kegiatan Silaturahmi Asosiasi Pendidikan Ilmu Komunikasi (Silat APIK) yang diselenggarakan di Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida).
Majelis Diktilitbang Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof Dr Widodo Muktiyo SE MCom telah berkesempatan hadir dan memberikan ilmu kepada para mahasiswa dan dosen yang hadir dalam kegiatan Silat APIK 2022 dan menceritakan bahwa ia telah mendirikan sekolah hubungan masyarakat (Humas) di Jogjakarta pada tahun 1995.
“Di jogja saya mendirikan sekolah kehumasan sejak tahun 1995, bahkan dulu sering disebut sekolah PR (Public Relation) tapi di jaman orde baru tidak diizinkan, harus menggunakan bahasa indonesia yaitu humas, padahal kan keren ya school of public relation yang artinya sekolah kehumasan,” jelasnya.
Dalam poin pembukanya Staf Ahli Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Kominfo) Bidang Komunikasi dan Media Massa ini mengutip mengenai The Father of Public Relations Ivy Lee dengan keahliannya di bidang kehumasaan tahun 1906 berhasil menyelesaikan sebuah problematika.
“Saya teringat pelajaran yang kita dapat mengenai bapak Ivy Lee tahun 1906 dia menyelesaikan satu persoalan perusahaan batu bara di Amerika, jadi perusahaan tersebut mau bangkrut kemudian kebingungan apakah karyawan perlu di PHK, nah pak Ivy Lee sebagai konsultan komunikasi memberikan solusi yaitu transparansi keterbukaan antara owner dengan pegawai yang akhirnya terjadi understanding kesepahaman. Pegawai boleh dan mau tidak dibayar dulu agar keuangan perusahaan bisa jalan jika keuangan bisa jalan maka perusahaan hidup, jadi tidak main PHK. itu adalah ruh kehumasan, maka Ivy Lee sering disebut the father of public relations,” paparnya.
Dari kisah tersebut Prof Widodo menyimpulkan mengenai tugas humas dan korelasinya dengan personal branding setiap individu.
“Sehingga jika anda belajar mengenai humas, itu sebenarnya belajar menghubungkan banyak pihak stakeholder baik internal maupun eksternal supaya ada kesepahaman dan akhirnya perusahaannya lancar ini juga berlaku bagi diri kita individu kita yang disebut dengan personal branding ini penting jadi sebenarnya siapapun kita ini memiliki kekuatan yang sekarang ini serba komunikasi adalah membranding diri kita,” jelasnya.
“Begitu juga organisasi juga memiliki branding, untuk itu bagi adik adik yang diminta mendesain di universitas adik adik harus tau bahwa intangible assests itu lebih penting dibandingkan tangible, bangunan gedung gedung itu bisa di sulap tapi reputasi dan image itu tidak bisa di sulap maka yang penting adalah intangible, kalo anda bisa memainkan itu, itulah era komunikasi, digital communication,” ujarnya memusatkan kepentingan intangible assets.
“Banyak tokoh-tokoh yang saat ini punya masa imajiner tetapi dia punya engagement yang tinggi dia bisa punya pendapatan yang luar biasa besarnya dibandingkan yang punya perusahaan asetnya banyak tapi dia tidak mampu membuat konten yang intangible sifatnya tapi punya impact yang besar. Saya ingin tanya, siapa yang sudah punya followers diatas 10k? tidak ada? jadilah anda mulai memahami bahwa anda eksis dijamannya, jangan menghabiskan konsumsi hp tapi tidak membawa impact apapun dalam diri anda, ini persoalan ingin mau membangun carrier dalam diri anda, apapun profesi anda tidak jadi masalah, tapi jika anda bisa menularkan secara lebih luas anda sebenarnya adalah orang yang punya carrier pemimpin di era digital setuju nggak temen temen?,” ucap Prof Widodo sambil tersenyum ketika berinteraksi dengan mahasiswa PTMA se Indonesia.
Peran humas sangatlah penting, untuk itu mahasiswa maupun dosen diharapkan mampu mengaktualisasikan kehumasan dalam diri masing masing dan punya implikasi pada organisasi hingga peradaban bangsa Indonesia. Salah satu contoh tagline yang berhasil di buat oleh humasnya adalah “Memajukan Indonesia Mencerahkan Semesta” dalam Muktamar Muhammadiyah yang telah terselenggara kemarin. Dengan makna yang mendalam itu Prof Widodo mengapresiasi kinerja humas di Muhammadiyah.
Tidak hanya peran dan fungsi penting sebagai public relation tapi kapan awal mula negara Indonesia melakukan kegiatan kehumasan juga dipaparkan dalam kesempatan kali ini.
“Jadi kalau di indonesia di tanya humas yang pertama kali dijalankan di indonesia adalah pernyataan kemerdekaan republik indonesia yang tertuang dalam UUD 1945 bahwa dengan komunikasi diarahkan pada upaya untuk melindungi segenap tumpah darah, sudahkah kita membayangkankompetensi komunikasi itu adalah kompetisi jantung hidupnya institusi,organisasi, bangsa ini. Sehingga anda adalah oksigen yang mengalirkan kepada semua bangsa, kalau tangan dan kaki tidak dapat oksigen akan merasa kesemutan dan jalannya tidak optimal, memajukan kesejahteraan umum termasuk mencerdasakan kehidupan bangsa ini adalah statement dalam pembukaan UUD 1945 itulah kegitan kehumasan pertama di Indonesia,” terangnya.
Selain mengenai komunikasi, era digitalisasi yang sangat berpengaruh besar bahkan tidak dapat ditinggalkan oleh remaja Indonesia saat ini juga disinggung.
“Kita saat ini tidak lagi teori maslow sandang pangan papan, hari ini kita sehari tidak makan bisa kuat tapi yang kita butuhkan saat ini baterai dan wifi coba sehari tanpa HP kelimpungan, maslow sudah tidak mengenal psikologi lagi tapi wifi lebih penting, ini makanan yang lebih penting yang tidak bisa kita tinggalkan,” jelasnya yang disambut gelak tawa para mahasiswa.
Menyokong pembahasan mengenai digitalisasi Prof Widodo yang juga bagian dari Kominfo memaparkan kinerja pemerintah, bagaimana pemerintah telah memfasilitasi masyarakat Indonesia dengan munghubungkan kabel maupun jaringan non kabel dari darat, laut maupun udara. Walaupun saat ini masih ada sekitar 12.000 wilayah yang blind spot. Anggaran Kominfo mencapai 300 persen dalam 2 tahun terakhir, hal ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam memfasilitasi bangsa Indonesia.
Dalam isi materinya Prof Widodo juga menjelaskan secara jelas dan terperinci mengenai tinjauan kritis public relations dari masa ke masa, perubahan dengan lahirnya tech hingga praktek kekinian era The Age of Creation.
Dalam materinya di pampang quotes Charles Darwin It is not the strongest species that survives, nor the most intelligent, but the most responsive to change.
“Kita bisa bertahan 5 hingga 10 tahun kedepan bukan kerena kita anak orang kaya atau pejabat, tetapi orang-orang yang mau adaptasi. Siapapun kita yang tidak mau beradaptasi akan tertinggal. Nah mari kita songsong teknnologi yang sudah disiapkan government tadi untuk kegiatan perilaku ekonomi produktif,”tandasnya.
*Humas Umsida
Rani Syahda Hanifa